Jumat, 18 Maret 2011

Epidemologi

KEJADIAN LUAR BIASA : WABAH
Penularan penyakit dalam masyarakat umum biasanya berjalan sesuai dengan pola kejadian penyakit serta sifat penularan secara umum. Mekanisme penularan penyakit dalam masyarakat dapat menyebabkan tingkat kesakitan yang biasa (bersifat endemik) dan mungkin pula tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan (keadaan yang luar biasa atau wabah). Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam bentuk utama yakni : bentuk common source dan bentuk propagated atau progressive. Secara umum, kedua kasus/kejadian berdasarkan waktu mulainya sakit (waktu onset) yang biasanya disebut kurva epidemi.1. Common Source Epidemic Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu relative singkat (sangat mendadak). Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam waktu yang relatif singkat (poin of epidemic atau point source of epidemic), maka resultant dalam satu masa tuntas saja. Pada dasarnya dijumpai bahwa pada CSE kurva epidemic mengikuti suatu distribusi normal, sehingga demikian bila proporsi kumulatif kasus digambarkan menurut lamanya kejadian skit (onset) akan berbentuk suatu garis lurus. Median dari masa tunas dapat ditentukan secara mudah dengan membaaca waktu dari setengah (50%)b yangterjadi pada grafik. Dalam hal ini, pengetahuan tentang median dari masa tunas dapat menolong kita dalam mengidentifikasi agent penyebab, mengingat tiap jenis agent mempunyai masa tunas tertentu.
Pada gambar berikut ini (gambar 9) memperlihatkan waktu onset penyakit dari suatu kejadian letusan wabah keracunan makanan (food intoxication) pada suatu asrama mahasiswa tugas belajar. Melihat cepatnya naik dan turun dari kurva epidemic tersebut tampaknya sangat sesuai dengan sifat dari suatu point source epidemic.
Jika bahan perantara (vehicle) atau sumber epidemi (termasuk makanan, air maupun udara) masih memungkinkan epidemi terus berlangsung, maka keadaan akan menjadi lebih kompleks. Mengingat bahwa kurva epidemic terbentuk dari keterpaparan berganda pada waktu yang berbeda dan disertai dengan masa tunas yang bervariasi, maka puncak kurva akan kurang memperlihatkan puncak yang tajam dan letusan penyakit akan berlangsung lebih lama.
Gambar 9 tersebut diatas adalah kejadian letusan pada suatu asrama mahasiswa setelah mereka makan bersama pada suatu pesta wisuda yang dilakukan pada tanggal 10 September jam 1900 malam. Dari lebih seratus hadirin yang ikut makan bersama, ternyata 78 orang mengalami keracunan makanan dengan gejala diare ringan dan sedang yang kejadiannya sangat singkat yakni sekitar 2 jam setelah pesta dimulai dan kasus terakhir adalah pada jam 1500 keesokan harinya.
Penyebab insidens kasus pada gambar diatas menunjukan gambaran dengan satu puncak epidemic. Sedang jarak kejadian antara kasus dengan kasus lainnya menunjukan waktu yang sangat pendek hanya dalam jam. Dalam hal ini perbedaan jarak antara waktu keterpaparan (waktu pesta/waktu makan) dengan waktu timbulnya gejala pertama pada individu dapat disebabkan karena perbedaan daya tahan perorangan, tetapi dapat pula karena perbedaan dosis yang dimakan terutama jenis makanan yang mengandung materi penyebab (bakteri atau terutama toksinnya).
Gambar 9 di atas menunjukan suatu keadaan letusan gastroenteritis yang disebabkan oleh Clostridium parfringens dengan masa tunas yang bervariasi antara 7 sampai24 jam setelah keterpaparan dengan frekuensi tertinggi terjadi pada 12 jam setelah keterpaparan tersebut. Bentuk ini sangat spesifik untuk letusan yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut.
Dari bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka factor penyebabnya atau sekurang-kurangnya dari kelompok penyebab yang mana menimbulkan wabah tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun 1976 di Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi American Legion. Peneliyian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan patogen penyebab yang sebelumnya belum dikenal yakni Legionella pneumoplhili. Tetapi setelah dipelajari dan dianalisis sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa penyakit seperti ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah menimbulkan beberapa wabah yang sama sebelumnya.
Dengan demikian maka sejak terjadinya wabah di Philadelphia tahun 1976 tersebut dengan 221 penderita dan 34 orang meninggal, maka beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya letusan penyakit tersebut di Philadelphia, maka secara epidemiologis telah ditemukan berbagai informasi tenteng penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi letusan pada beberapa tempat walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan angka kematian yang rendah sekali. Di samping itu, ditemukan pula berbagai gambaran sifat epidemiologis penyakit ini seperti angaka insidensi lebih tinggi pria dari pada wanita, serta beberapa factor lain ikut mempengaruhi kejadian penyakit ini.
Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh factor penyebab bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun polusi zat kimia yang beracun di udara terbuka.

2. Propagated atau Progressive Epidemic
Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik seara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor. Kejadian epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyakit tersebut. Masa tunas penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemic ulai menurun sampai batas minimal.
Bila kita membandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, maka jelas tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemic menurut waktu. Pada letusan dengan common source epidemic, tampak kurva epidemic yang meningkat secara cepat dan juga menurun sangat cepat dalam batas satu masa tunas saja, sehingga angka serangan kedua (secondary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain pihak, bentuk kurva epidemic pada propagated epidemic berkembang lanjut dan melampaui satu masa tunas. Pada keadaan tertentu dengan sisten surveillans yang baik, kita dapat menentukan turunan dan setiap kasus pada angka serangan berikutnya. Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat mengaburkan pola epidemic yang terjadi.
Selain dari kedua bentuk epidemic tersebut di atas,masih dikenal pula bentuk epidemic lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya melalui vector (vector borne epidemics). Bentuk epidemic ini biasanya agak sama kecilnya dengan area dari common source epidemic, tetapi dalam lingkaran penularannya dapat dijumpai peranan zoonosis, manusia, atau campuran dari keduanya sebagai sumber penularan kepada vector. Kebanyakan wabah vector bome mempunyai lingkaran penularan berganda antara vector dan host sebelum cukup banyak kasus manusia yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah.
Ada kemungkinan di mana kita sulit untuk menentukan keadaan dan sifat suatu epidemi dengan hanya berdasarkan pada epidemi semata. Umpamanya suatu kurva yang khas sebagai bentuk point source/common source mungkin dipengaruhi oleh perkembangan terjadinya kasus sekunder, yang terjadi karena berlanjutnyakontaminasi dengan sumber penularan atau mungkin pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dari masa tunas. Di lain pihak pada penyakit influenza klasik, umpamanya yang bersifat propagated dengan masa tunas yang relative pendek dan sifat infestisitas yang cukup tinggi, dapat menghasilkan kurva epidemic yang cepatnaik dan cepat pula turun sehingga mirip dengan kurva common source epidemic. Namun demikian sifat penyebaran penyakit menurut tempat(penyebaran geografis) dapat membantu kita untuk membedakan kedua jenis epidemic tersebut. Dalam hal ini, bentuk propagated lebih cenderung memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.
Gambar 10

Sebenarnya bila kita menganalisis secara luas maka awal dari suatu wabah pada dasarnya lebih banyak ditentukan oleh perilaku penjamu, disbanding dengan sifat infeksi/penularan maupun sifat kimiawi dari produk mikro-organisme. Seperti hanya dengan agent infeksi, maka ide serta tingkah laku dapat pula disebarkan dari orangke orang. Kemampuan penularan dari pola tingkah laku telah diamati sejak lama, mulai dari tarian kegilaan (dancing maniac) pada abad pertengahan sampai pada ledakan gejala histeris pada akhir-akhir ini yang memberikan suatu sifat yang mudah menular dalam masyarakat. Sebagai contoh, penyakit hepatitis B dan malaria telah menyebar dan meluas melalui berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan obat. Perkembangan kasus tidak hanya tergantung pada penularan dari orang ke orang, tetapi juga erat hubungannya dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok tertentu. Kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui jarum suntikan, atau merokok adalah sama perrannya dengan efek pisiologis pada tingkat awal penyakit.
Secara konseptual dan secara teoritis maka rantai peristiwa pada suatu letusan common source (common vehicle) epidemic relative tampaknya sangat sederhana. Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan umum,maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok termasuk mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan rentangan masa tunas kejadian penyakit tersebut.
Sedangkan pada epidemi bentuk propagated/progressif, upaya penentuannya akan lebih sulit. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi dari orang ke orang yang potensial lainnya sangat tergantung kepada berbagai factor, terutama jumlah orang yang kebal/rentan (peka) dalam populai tersebut (keadaan herd immunity). Di samping itu, juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta mobilitas penduduk setempat.





3. Pelacakan Kejadian Luar Biasa

1. Garis Besar Pelacakan Wabah/Kejadian Luar Biasa
Usaha pelacakan kejadian luar biasa/wabah merupakan suatu kegiatan yang cukup menarik dalam bidang epidemiologi. Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara langsung dilapangan/tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan pelacakan. Denagan demikian maka dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah, diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuhdan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan. Langkah-lanhkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh setoap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah tersebut sangat tergantung pada tim pelacak,namun beberapa hal yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan seini mungkin.

2. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah atau situasi luar biasa, diperlukan sekurang-kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari pelacakan.

a. Penentuan/penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnose maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboraturium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya). Umpanya wabah penyakit “demam berdarah” harus jelas secara klinis maupun laboraturium. Hal ini mengingat bahwa gejala demam berdarah dapat didiagnosa secara tidak tepat. Di samping itu, pemeriksaan laboraturium kadang-kadang harus dilakukan lebih dari satu kali.

Dalam hal menegakkan diagnosa, harus pula ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan kasus dengan gejala klinis saja, atau dengan pemeriksa dan laboraturium saja atau keduanya. Umpamanya wabah diare, bila kita mengarah pada masalah diare secara umum, maka gejala klinis tertentu sudah cukup untuk menentukan kasus atau bukan kasus. Tetapi bila masalah diare lebih diarahkan khusus untuk kolera etlor, maka pemeriksaan laboraturium sangat menentukan di samping gejala klinis dan analisi epidemilogi.

b. Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa, maka untuk menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak.

c. Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemic berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat ( spot map epidemi). Lakukanlah berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi dengan risiko menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan,minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang mungkin berguna dalam analisis. Juga hal yang sama untuk kasus yang mengalami kematian karena wabah. Dalam hal ini melakukan identifikasi berbagai sifat yang mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit merupakan langkah yang sangat penting sekali dalam usaha memecahkan masalah wabah.

3. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis yang berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.

a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk hal tersebut harus ditelusuru kemungkinan adanya kasus yang tidak dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1. Adakan pelacakan kerumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat untuk mencari kemungkinan mereka menemukan kasus penderita penyakit yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan yang ada.
2. Adakan pelican yang intensif terhadap mereka yang tanpa gejala atau merek dengan gejala ringan/ tidak spesifik tetapi mempunyai potensi menderita atau termasuk kontak dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada beberapa penyakit tertentu umpamanya pada penyakit hepatitis, yang selain penderita dengan klinik jelas, juga kemungkinan adanya penderita gejala ringan tanpa gejala kuning, dimana diagnosis hanya mungkin ditegakkan melalui pemeriksaan laboraturium (tes fungsi hati).

b. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.

c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuat keputusan yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.

d. Tindakan pemadaman wabah dn tindak lanjut
Tindakan diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan berbagai kegiatan tndak lanjut (follow up) sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya keadaan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa penyakit tertentu yang mempunyai potensi yang dapat menimbilkan keadaan luarr biasa, disusunkan suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk surveillans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan resiko tinggi.
Pada akhir dari setiap pelacakan harus dibuat laporan lengkap yang dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilaksanakan serta saran-saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang.

0 komentar:

Posting Komentar